Kamis, 26 Desember 2013

RATIB ALAYDRUS

penceramah habib ali zainal abidin bin abdurahman alaydrus
bertempat di majlis gubah alhaddad situs sejarah magom keramat tanjung priok
sohibul magom habib hasan bin muhammad alhaddad R.A
hari minggu pukul 7 pagi

Selasa, 24 Desember 2013

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL

Termaktub dalam Al-Qur’an:

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا 

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali."

Berdasarkan ayat ini, kaum liberal menyatakan bahwa mengucapkan Selamat Natal pada hari yang diyakini sebagai hari lahir Nabi Isa as kepada pemeluk Nasrani boleh-boleh saja. 
Menurut mereka, itu adalah bentuk rasa senang kita atas lahirnya Nabi Isa as.

Kami menjawab:

Setiap muslim meyakini bahwa Nabi Isa as adalah hamba Allah SWT. Sesuai dengan pengakuan Nabi Isa as dalam Al-Quran :

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا 

Artinya :

Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”

Seorang muslim pasti merasa senang atas kelahiran Nabi Isa as, karena dengan lahirnya beliau maka semakin bertambah jumlah para penebar misi tauhid di muka bumi. 

Akan tetapi pandangan kaum Nasrani mengenai Nabi Isa as tidak sama dengan pandangan kita. Mereka meyakini bahwa Nabi Isa as (Yesus) adalah anak tuhan. 

Meyakini bahwa tuhan memiliki keturunan merupakan bentuk kekufuran yang nyata dan melenceng jauh dari faham tauhid yang kita yakini.

Ketika kita mengucapkan Selamat Natal pada seorang nasrani, meski pun dengan alasan menyambut kelahiran Nabi Isa as, berarti kita telah melakukan kesalahan dalam mengungkapkan rasa senang kita. 

Dengan ucapan ini, penganut Nasrani akan merasa pandangannya diakui. Berarti secara tidak langsung kita telah mendukung pandangan mereka. Bahkan jika ucapan tersebut secara sadar dibarengi dengan keridhaan pada pandangan mereka, ini bisa menghantarkan pengucapan tadi kepada kekufuran, karena ridha dengan kekufuran adalah kufur.

Selain itu, pernyataan kaum Nasrani bahwa Nabi Isa as lahir di Hari Natal adalah pernyataan yang tidak berdasar, karena bertentangan dengan fakta sejarah. 

Sungguh bukan pada tempatnya jika seorang muslim menyambut hari ini sebagai hari kelahiran Nabi Isa as. Lagi pula ucapan Selamat Natal termasuk bentuk pengungkapan rasa cinta kita pada kaum Nasrani, padahal Al-Quran telah melarang kita untuk mencintai mereka. Allah SWT berfirman :

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ

“Tidak kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasulnya…” (Al Mujadilah: 22)

Begitu juga telah datang larangan dari Rasul saw untuk ikut mendukung keramaian kaum non- muslim sebagaimana sabda Rasul saw :

مَنْ كَثَّرَ سَوَادَ قَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Setiap orang yang meramaikan suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut.”

Pengucapan natal juga bisa dikategorikan sebagai bentuk meniru-niru kaum Nasrani. Hal ini juga telah dilarang oleh Rasul saw dalam sabdanya:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Setiap orang yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk di dalamnya.”

Oleh karena itu, apa pun alasannya, mengucapkan Selamat Natal adalah haram hukumnya bagi seorang muslim.

Referensi

تفسير الجلالين - (1 / 729)
تفسير الرازي - (4 / 168
تفسير البغوي - (ج 8 / ص 62)
الفتاوى الفقهية الكبرى (9 /356-357

Minggu, 08 Desember 2013

KISAH PEDAGANG KURMA YANG MENYANTUNI ANAK YATIM DIHARI ‘ASYURO


وَحُكِيَ أَنَّهُ كَانَ بِمِصْرَ رَجُلٌ تَاجِرٌ فِي التَّمْرِ يُقَالُ لَهُ عَطِيَّةُ بْنُ خَلْفٍ وَكَانَ مِنْ أَهْلِ الثَّرْوَةِ، ثُمَّ افْتَقَرَ، وَلَمْ يَبْقَ لَهُ سِوَى ثَو...ْبٍ يَسْتُرُ عَوْرَتَهُ،
فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ صَلَّى الصُّبْحَ فِيْ جَامِعِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، وَمِنْ عَادَةِ هَذَا الْجَامِعِ لَا يَدْخُلُهُ النِّسَاءُ إِلَّا فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ لِأَجْلِ الدُّعَاءِ
فَوَقَفَ يَدْعُوْ مَعَ جُمْلَةِ النَّاسِ، وَهُوَ بِمَعْزِلٍ عَنِ النِّسَاءِ جَاءَتهُ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا أَطْفَالٌ
فَقَالَتْ يَا سَيِّدِيْ: سَأَلْتُكَ بِاللهِ إِلَّا مَا فَرَّجْتَ عَنِّيْ وَآثَرْتَنِيْ بِشَيْءٍ أَسْتَعِيْنُ بِهِ عَلَى قُوْتِ هَذِهِ الْأَطْفَالِ، فَقَدْ مَاتَ أَبُوْهُمْ وَمَا تَرَكَ لَهُمْ شَيْئًا وَأَنَا شَرِيْفَةٌ، وَلَا أَعْرِفُ أَحَدًا أَقْصِدُهُ، وَمَا خَرَجْتُ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ إِلَّا عَنْ ضَرُوْرَةٍ أَحْوَجَتْنِيْ إِلَى بَذْلِ وَجْهِيْ، وَلَيْسَ لِيْ عَادَةً بِذَلِكَ.
فَقَالَ الرَّجُلُ فِيْ نَفْسِهِ: أَنَا مَا أَمْلِكُ شَيْئًا، وَلَيْسَ لِيْ غَيْرُ هَذَا الثَّوْبِ، وَإِنْ خَلَعْتُهُ اِنْكَشَفَتْ عَوْرَتِيْ، وَإِنْ رَدَدْتُهَا فَأَيُّ عُذْرٍ لِيْ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ
فَقَالَ لَهَا: اِذْهَبِيْ مَعِيْ حَتَّى أُعْطِيَكَ شَيْئًا
فَذَهَبَتْ مَعَهُ إِلَى مَنْزِلِهِ، فَأَوْقَفَهَا عَلَى الْبَابِ وَدَخَلَ وَخَلَعَ ثَوْبَهُ، وَاتَّزَرَ بِخَلِقٍ كَانَ عِنْدَهُ، ثُمَّ نَاوَلَهَا الثَّوْبَ مِنْ شِقِّ الْبَابِ.
فَقَالَتْ لَهُ: أَلْبَسَكَ اللهُ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ وَلَا أَحْوَجَكَ فِيْ بَاقِيْ عُمْرِكَ إِلَى أَحَدٍ
فَفَرِحَ بِدُعَائِهَا وَأَغْلَقَ الْبَابَ، وَدَخَلَ بَيْتَهُ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى إِلَى اللَّيْلِ،
ثُمَّ نَامَ فَرَأَى فِي الْمَنَامِ حَوْرَاءَ لَمْ يَرَ الرَّاؤُوْنَ أَحْسَنَ مِنهَا، وَبِيَدِهَا تُفَّاحَةٌ قَدْ عَطَّرَتْ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَنَاوَلَتْهُ التُّفَّاحَةَ فَكَسَرَهَا، فَخَرَجَ مِنْهَا حُلَّةٌ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ لَا تُسَاوِيْهَا الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا، فَأَلْبَسَتْهُ الْحُلَّةَ وَجَلَسَتْ فِيْ حِجْرِهِ.
فَقَالَ لَهَا: مَنْ أَنْتِ؟ فَقَالَتْ: أَنَا عَاشُوْرَاءُ زَوْجَتُكَ فِي الْجَنَّةِ. قَالَ: فَبِمَ نِلْتُ ذَلِكَ؟ فَقَالَتْ: بِدَعْوَةِ تِلْكَ الْمِسْكِيْنَةِ الْأَرْمَلَةِ وَالْأَيْتامِ الَّذِيْنَ أَحْسَنْتَ إِلَيْهِمْ بِالْأَمْسِ،
فَانْتَبَهَ وَعِنْدَهُ مِنَ السُّرُوْرِ مَا لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا اللهُ تَعَالَى، وَقَدْ عَبِقَ مِنْ طِيْبِهِ الْمَكَانُ،
فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ شُكْرًا للهِ تَعَالَى،
ثُمَّ رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: إِلَهِيْ إِنْ كَانَ مَنَامِيْ حَقًّا، وَهَذِهِ زَوْجَتِيْ فِي الْجَنَّةِ فَاقْبِضْنِيْ إِلَيْكَ
فَمَا اسْتَتَمَّ الْكَلَامَ حَتَّى عَجَّلَ اللهُ بِرُوْحِهِ إِلَى دَارِ السَّلَامِ.

Diceritakan bahwa di Mesir ada seorang laki-laki pedagang kurma, namanya Athiyah bin Kholaf . Dia termasuk orang yang kaya raya. (Oleh karena suatu hal ) dia menjadi miskin. Dia tidak punya apa-apa kecuali pakaian yang melekat di badan untuk menutupi auratnya

Ketika hari Asyura datang, ia melakukan shalat shubuh di Masjid Amru bin Ash. Kebiasaan yang berlaku di masjid itu pada hari biasa adalah tidak diperkenankannya para wanita masuk masjid tersebut kecuali pada hari Asyura saja, untuk tujuan berdoa.
Di masjid itu, 'Athiyah bin Kholaf berdoa bersama orang banyak.
Dia terpisah dari para wanita, tiba-tiba datang kepadanya seorang wanita bersama anak-anak kecil.

Wanita itu berkata: "Wahai tuan, Aku minta kepada anda,Demi Allah, semoga tuan bisa meringankan kesulitanku dan sudi memberi sesuatu yang aku gunakan untuk bisa memenuhi kebutuhan makan anak-anak ini. Sementara bapak mereka telah wafat. Dia tidak meninggalkan satu apapun untuk mereka.Aku adalah Syarifah. Aku tidak tahu siapa yang aku tuju. Aku tidak keluar kecuali hari ini, itupun dengan darurat yang menjadikan aku hajat untuk mengorbankan diriku. Dan itu bukan merupakan kebiasanku.

'Athiyahpun berkata dalam hatinya:
"Aku tidak mempunyai sesuatu. Tidak ada milikku keculai baju ini. Jika aku lepas akan terbukalah tubuhku. Jika wanita ini aku tolak, alasan apakah yang akan aku kemukakan pada Rasululloh –shollalloohu ‘alaihi wasallam-

Akhirnya 'Athiyah berkata kepada wanita tersebut: "Mari ke rumahku. Aku akan memberimu sesuatu."
Maka wanita itu pun mengikuti 'Athiyah sampai di rumahnya. Lalu 'Athiyah menempatkannya didepan pintu rumahnya. Athiyahpun masuk kerumah dan mencopot bajunya. Dia mengenakan sarung lusuh yang ia punya. Diberikanlah baju yang ia copot tadi kepada wanita dari sisi pintunya.
Lalu ia mendoakan 'Athiyah: "Semoga Allah memberikan pada tuan pakaian-pakaian surga dan tuan tidak akan membutuhkan kepada orang lain selama hidup tuan."

'Athiyah merasa senang dengan do'a wanita tersebut. Iapun menutup pintunya, masuk kerumahnya. Ia berdzikir hingga larut malam
Kemudian Athiyah tidur. Ketika tidur, ia bermimpi melihat bidadari, belum pernah orang melihat wanita lebih cantik darinya. Di tangan wanita itu ada buah apel yang mengharumkan antara langit dan bumi. Buah apel tersebut dberikannya kepada Athiyah ketika buah apel itu dibelah, dari belahan apel itu keluar pakaian dari pakian surga yang tidak terbanding dengan di dunia sesisinya
Pakaian itu dikenakannya pada 'Athiyah bin Kholaf. Setelah pakaian itu dikenakan, bidadari itu duduk di pangkuannya.
'Athiyah lantas bertanya: "Siapakah kamu ini?"
"Aku adalah 'Asyura, istrimu di surga," jawab bidadari itu.
"Dengan amal apakah aku memperoleh kemuliaan seperti ini?" tanya 'Athiyah.
Lalu bidadari itu menjawab: "Dengan seorang janda miskin, dan anak-anak yatim yang kemarin engkau berbuat baik kepada mereka.”

Maka Athiyah terbangun, dan dia sangat senang yang tidak mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala, sementara tempat dimana ia berada semerbak dari bau wanginya
Kemudian ia mengambil air wudhu, dan iapun melaksanakan shalat dua rakaat sebagai tanda rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala
Kemudian Athiyah mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa:
“Wahai Tuhanku. Apabila mimpi dalam tidurku itu benar dan bidadari dalam mimpiku itu adalah istriku di surga, maka matikanlah aku saat ini juga untuk bertemu dengan-Mu."
Belum usai doa dipanjatkan, Allah menyegerakan ruh Athiyah ke surga Daarussalaam

[Sumber Kitab: Irsyadul Ibad halaman 150]